INDRAGIRI.com, KHAZANAH - Jika kita kembali kepada hukum asalnya, maka sudah sangat terang benderang bahwa sembelihan golongan ahlulkitab (Nasrani dan Yahudi) menurut al-Qur’an itu halal. Dasar hukumnya adalah Surah al-Maidah ayat 5 yang berbunyi:
الْÙŠَÙˆْÙ…َ
Ø£ُØِÙ„َّ Ù„َÙƒُÙ…ُ الطَّÙŠِّبٰتُ ۖ ÙˆَØ·َعَامُ الَّØ°ِينَ Ø£ُوتُوا۟ الْÙƒِتٰبَ ØِÙ„ٌّ
لكُÙ…ْ ÙˆَØ·َعَامُÙƒُÙ…ْ ØِÙ„ٌّ Ù„َّÙ‡ُÙ…ْ......
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu
yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan al-Kitab itu halal
bagimu, dan makananmu halal pula bagi mereka....
Persoalan yang muncul kemudian adalah ketika tidak
jelas bagi kita siapa yang menyembelih dan apa pula agama mereka? Inilah
permasalahan yang dihadapi sehari-hari oleh kaum muslimin yang hidup di sebuah
negara multikultural atau negara yang mayoritas warganya beragama non-Islam,
seperti di Amerika, Eropa dll. Di sana, semua agama bahkan yang tidak beragamapun
ada dan dijamin oleh konstitusi. Kekhawatiran yang timbul adalah mungkin saja
yang menyembelih itu adalah orang yang beragama selain Nasrani dan Yahudi,
seperti Kong Hu Cu, Sikh, Hindu, Budha dan sebagainya. Bagaimana merespon
fenomena semacam ini?
Terdapat sebuah hadist di dalam Kitab Shahih
Bukhari, yang menceritakan sebuah riwayat bahwa sekelompok orang berkata kepada
Nabi SAW,”Sesungguhnya ada suatu kaum yang datang kepada kami sambil membawa
daging, kami tidak tahu menahu apakah daging itu disembelih atas nama Allah
ataukah tidak”. Mendengar itu maka Nabi SAW pun berkata,”Bacalah bismillah atas
sembelihan itu olehmu dan lalu makanlah”.
Dalam riwayat lain dari Imam at-Tirmidzi,
diceritakan bahwa pernah suatu hari para sahabat membawakan kepada Nabi SAW
keju yang diambil dari perkampungan orang-orang Majusi (penyembah api). Setelah keju
tersebut sampai di hadapan Nabi SAW, beliau pun memakannya. Kemudian ada yang
berkata, ”Ini bukan dari binatang yang disembelih menurut aturan Islam”. Nabi
SAW pun bersabda, “Bacalah bismillah dan makanlah”.
Hal yang berhubungan dengan peralatan memasak
dan makan yang dipakai oleh non-Muslim, maka ada riwayat shahih dalam kitab
Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Tsa’labah al-Khusyani, bahwa ia bertanya
kepada Nabi SAW tentang hukum makan dengan menggunakan tempat makanan kaum non-muslim.
Maka Nabi SAW menjawab,”Jangan kalian gunakan untuk makan, kecuali bila tidak
ada yang lain, cucilah terlebih dahulu, baru gunakan untuk tempat makanan
kalian”.
Dalam kitab Bidayatul Mujtahid, Ibn Rusyd
mengemukakan tiga pendapat soal wajib tidaknya bagi muslim untuk membaca
basmalah saat menyembelih:
Pertama, membaca basmalah saat menyembelih hukumnya
mutlak wajib. Lupa saja membaca
basmalah menyebabkan tidak halal sembelihan tersebut apalagi jika sengaja
tidak membaca basmalah. Ini pendapat Imam Malik dan sebuah riwayat dari Imam
Ahmad.
Kedua, membaca basmalah saat menyembelih hukumnya wajib jika dalam keadaan ingat. Sebaliknya, jika benar-benar lupa maka tidak mengapa. Namun lain halnya kalau sengaja tidak membaca basmalah, maka haram sembelihan tersebut. Ini pendapat Imam Hanafi, Maliki dan sebuah riwayat Imam Ahmad.
Ketiga, membaca basmalah saat menyembelih hukumnya sunnah. Kalau lupa atau sengaja tidak membaca basmalah maka sembelihannya tetap halal untuk dimakan. Ini pendapat Imam Syafi’i. Kenapa beliau berpendapat demikian? Karena menurut Imam Syafi’I, yang tidak boleh itu adalah memakan sembelihan dengan menyebut nama SELAIN Allah, misalnya menyembelih ayam dengan menyebut nama Latta, ‘Uzza, atau Manna. Hal ini tidak boleh karena seolah-olah ayam yang disembelih tersebut dipersembahkan kepada nama-nama itu. Maka kalau pertanyaannya, ”Bagaimana jika tidak menyebut apa-apa, yang dilarang kan menyebut nama SELAIN Allah.... kalau diam saja tidak menyebutkan apa-apa?”. Tentu boleh dan halal ayam itu untuk dimakan. Begitulah kira-kira logika dan konstruksi hukum yang dibangun oleh Imam Syafi’i.
Pertanyaan seperti ini ternyata telah tercatat
dalam satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Daruqutni. Seorang sahabat bertanya
kepada Nabi SAW, ”Bagaimana kalau ada yang menyembelih hewan tapi lupa membaca basmalah?”. Respon Nabi SAW
sangat menarik. Beliau bersabda, ”Nama Allah ada pada setiap Muslim”.
Wallahu a’lam bissowab
Penulis:
Dr. Sofiandi, Lc., M.H.I.
Research Fellow di Fath Institute for
Islamic Research Jakarta, IRDAK Institute
of Singapore, Asia-Pacific Journal on
Religion and Society, Institute for
Southeast Asian Islamic Studies, Islamic Linkage for Southeast Asia, Dosen IAI Arrisalah, Anggota Dewan Masjid Indonesia, Ketua Dewan Pembina Badan Koordinasi Muballigh
Indonesia Prov. Kepri, Anggota ICMI Prov. Kepri, Pemimpin Redaksi ACADEMICS TV, Direktur Swara Akademika Indonesia
Foundation.
0 Komentar