INDRAGIRI.com, KHAZANAH - Demokrasi, sebagai bentuk pemerintahan yang kekuasaannya berada di tangan rakyat, seringkali dianggap sebagai salah satu prinsip paling mulia dalam sejarah politik. Namun, dari sudut pandang sejarah filsafat, kita menemukan sudut pandang yang cukup mengejutkan: Socrates, salah satu filsuf terbesar Yunani kuno, mempunyai sentimen negatif terhadap demokrasi. Mengapa pemikir terhormat seperti Socrates membenci demokrasi? Mari kita gali lebih dalam.
Salah satu alasan Socrates bersikap negatif terhadap demokrasi adalah persepsinya terhadap kualitas pengambilan keputusan mayoritas. Socrates berpendapat bahwa kebanyakan orang mungkin tidak selalu memiliki pengetahuan atau pemahaman yang cukup untuk membuat keputusan. Dalam banyak kasus, keputusan yang diambil oleh kelompok mayoritas dapat dipengaruhi oleh emosi, kebencian, atau ketidaktahuan, yang dapat berujung pada kebijakan yang buruk atau tidak adil.
Socrates juga menyatakan keprihatinannya tentang penggunaan ucapan manipulatif di negara demokrasi. Ia menyadari bahwa para politisi sering kali menggunakan kemampuan retorika mereka untuk mempengaruhi opini masyarakat, bahkan ketika argumen mereka lemah atau tidak berdasar. Hal ini dapat mengakibatkan pemilihan pemimpin yang tidak kompeten atau kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Sebagai seorang filsuf, Socrates sangat menekankan pada pendidikan dan pengetahuan. Ia berpendapat bahwa demokrasi yang memberdayakan seluruh warga negara untuk memilih, terlepas dari tingkat pendidikan atau pengetahuan mereka, dapat menghasilkan kebijakan yang buruk. Ia percaya bahwa orang yang lebih berpendidikan dan berpengetahuan lebih mampu mengambil keputusan.
Salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi pandangan Socrates tentang demokrasi adalah pengalamannya sendiri di istana. Dia diadili oleh warga Athena, kota tempat dia tinggal, karena penistaan agama dan mempengaruhi kaum muda dengan pemikiran kritis, dan dijatuhi hukuman mati. Socrates berpendapat bahwa persidangan tersebut dipicu oleh keputusan mayoritas yang dipengaruhi oleh retorika politik, bukan berdasarkan alasan atau argumen yang masuk akal.
Terakhir, Socrates adalah seorang filsuf idealis. Ia mengejar kebenaran mutlak dan nilai-nilai moral yang luhur. Dalam pandangannya, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang dipimpin oleh seorang raja filsuf yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang cukup untuk mengambil keputusan yang bijaksana. Demokrasi, menurutnya, mungkin tidak akan mencapai tingkat kebijaksanaan dan keadilan yang diimpikannya.
Meskipun pandangan Socrates tentang demokrasi mungkin tampak kontroversial, bahkan berlawanan dengan intuisi, dalam konteks demokrasi modern, kita harus ingat bahwa para pemikir ini hidup di zaman yang berbeda dan menghadapi tantangan yang berbeda. Namun cara pandang Socrates mengingatkan kita untuk selalu mendekati demokrasi secara kritis dan bertanggung jawab, seraya selalu mencari cara untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan politik dan mewujudkan nilai-nilai moral dalam masyarakat.@
Illustrasi: Wikimedia Commons
0 Komentar